Pendidikan adalah salah satu bidang utama yang menjadi Garapan Persatuan Islam disamping Dakwah dan Sosial kemasyarakatan (Qanun Asasai Persis 2015 Bab I Pasal 4 Ayat 3), sejak awal Persis konsern terhadap Pendidikan, dimulai dengan kegiatan ceramah-ceramah dan halaqoh-halqqoh keagamaan (Pendidikan non formal) yang diisi oleh H.M.zamzam dengan materi berkisar tentang Aqidah islam dan Ibadah, dilaksanakan secara pribadi di rumah, dan pada perkembangan selanjutnya A.Hassan mengadakan kelompok diskusi untuk para pemuda yang belajar di sekolah pemerintah Belanda dan ingin belajar agama secara mendalam.
Dalam bentuk Pendidikan formal, pada tahun 1930 Dr.Mohamad Natsir mendirikan Lembaga pendidkan bernama Pendidikan Islam disingkat Pendis. Pendirian Pendis berangkat dari keprihatian beliau terhadap kondisi ummat islam saat itu terutama di kalangan generasi muda yang berada dalam keterbelakangan akibat dari ketidakpahaman mereka terhadap ajaran Islam, disisi lain ummat islam juga harus menguasai ilmu-ilmu umum. Pendis menurut Tiar Anwar Bahtiar (2012) belumlah dapat dikatakan sebagai Lembaga resmi Jamiyyah Persis,namun demikian, pendiri dan pengajarnya adalah tokoh-tokoh Persis saat itu, sehingga keberadaannya tidak bisa dilepaskan dari jamiyyah Persis.
Baru pada tahun 1936, tepatnya 4 maret 1936, A.Hassan mendirikan Lembaga Pendidikan yang resmi di bawah Jamiyyah Persis,dengan nama “Pesantren Persatuan Islam”, Tujuan Pesantren persatuan islam sebagaimana tertuang dalam Qanoen Pesanteren Persatoean Islam Bandung 1936 yaitu: ” semata-mata hendak mengeloearkan moeballigh moeballigh dengan mengadjarkan bahasa Arab dan alat-alatnja dan ilmoe-ilmoe agama Islam jang perloe, dan sedikit-sedikit dari peladjaran-peladjaran agama-agama lain, dan sedikit dari ilmoe menghitoeng. Djiografi, ilmoe alam dan lain-lain ilmoe kedoeniaan jang akan menolong seorang moeballigh di dalam pekerdjaannja bertabligh Pesantren Persis yang didirikan saat itu,berbeda dengan pesantren pada umumnya, menurut Federspiel (Tiar:2012), pesantren dalam sistem pendidikan tradisional sering dipahami sebagai lembaga milik ulama/kiyai, yang umumnya dikelola dengan bantuan keluarga mereka. Pengajarannya didasarkan pada “kitab klasik” (kitab kuning) karya para ulama terkemuka abad Pertengahan (1250-1850 M), yang biasanya dari mazhab hukum Syafi’i. Materi pengajarannya selalu mencakup tata bahasa Arab (nahwu) dan konjugasinya (sharf), seni baca al-Qur’an (qira’ah), tafsir al-Qur’an, tauhid, fiqih, akhlaq, mantiq, sejarah, dan tasawuf. Semua materi ini diajarkan dengan metode weton atau halaqah, di mana para pelajar duduk melingkar di depan seorang ulama, yang duduk dan menyuruh para muridnya secara bergantian untuk membaca Kitab Kuning. Sedangkan Pesantren Persis saat itu sudah menggunakan system klasikal dengan manajemen yang sudah tertata dengan rapih,yaitu dengan dibuatnya Qanoen Pesanteren Persatoean Islam Bandung 1936 yang berisikan berbagai hal dari mulai tujuan,kurikulum,pengajar dan lain-lain.
Persatuan Islam tetap menyebut lembaga pendidikannya dengan istilah “Pesantren”, padahal dari segi substansinya tidak lain adalah “madrasah dengan jiwa pesantren” (Toto:2012). disebut madrasah karena dilaksanakan secara klasikal, dan disebut pesantren karena mengambil manfaat dari keunggulan-keunggulan pesantren sehingga disebut “pesantren gaya baru”. Model ini dipertahankan Persatuan Islam yang merupakan ciri khasnya, sehingga memiliki keunikan tersendiri, yang dapat dibedakan dari pesantren tradisional dan madrasah Muhammadiyah. Deliar Noer berpendapat bahwa model pendidikan yang dilaksanakan Persatuan Islam lebih merupakan perpaduan antara sistem pendidikan model Barat yang menekankan pelajaran “umum” dengan sistem pendidikan agama yang tetap berlandaskan Islam. Sistem ini tidak ada bedanya dengan sistem Madrasah Pesantren. Inilah mungkin makna dari pernyataan K.H.A.Latief M uchtar,MA (ketua Umum PP Persis tahun 1990-1998) bahwa “ Persis tetap mempertahankan model madrasah dengan jiwa pesantren”
Begitu pentingnya Pendidikan khususnya Pesantren, dalam tafsir Qanun Asasi Qanun Dakhili Persis tahun 1984 yang disusun oleh K.H.E.Abdurrahman dikatakan : “Persatuan islam adalah pesantren sebelum menjadi jamiyyah,karena itu sifat pesantren tidak akan lepas dari persatuan islam, sejak dulu,sekarang dan Insya Allah pada masa-masa yang akan datang,Bila sifat pesanttren telah tiada maka berarti Khithah perjuangan Persatuan islam yang semula dan asli telah hilang. Demikian dengan sendirinya Persatuan islam itu sendiri akan lenyap dan tidak perlu ada lagi” Penamaan Pesantren Persis,dengan demikian lebih terletak pada spirit pesantren itu sendiri, dibanding bentuk lembaganya dengan keharusan adanya pondok/asrama,kiyai dan adanya “Ngaji Kitab Kuning” ke kiyai (sorogan). Pada kenyataannya beberapa Pesantren Persis ada yang menggunakan pola pondok/asrama (Boarding School),dimana seluruh santri harus berada di pondok, ada juga sebagian lain menggunakan pola campuran, Sebagian di asrama dan Sebagian tidak, dan banyak juga Pesantren Persis dengan pola Madrasah, dimana santri tinggal dengan orang tua, mereka berada di pesantren pada saat kegiatan belajar. Dengan demikian, penamaan Pesantren Persis bagi lembaga yang tidak menggunakan pola asrama (Boarding School) tidaklah harus diperdebatkan, sebab pada dasarnya istilah Pesantren persis sejak awal pun lebih cenderung kepada “Madrasah dengan spirit Pesantren”.
Paling tidak terdapat tiga spirit Pesantren Persis yang harus tetap dijaga dalam keberlangsungan Pendidikan di Persis, pertama kemandirian, mandiri dalam sistem,termasuk kurikulum di dalamnya, mandiri dalam pengelolaan dan mandiri dalam tujuan,kemandirian tidak berarti mengisolir diri, Pendidikan Persis harus mampu menghadapi perubahan zaman serta menjadi solusi jawaban terhadap berbagai permasalahan dalam dunia Pendidikan tanpa menghilangkan kekhasannya. kedua, sebagai Lembaga tafaqquh Fied Dien, sebagaiamana tercantum dalam “Pedoman sistem Pendidikan Persatuan islam Tahun 2015-2020 ” bahwa tujuan Pendidikan Persis adalah “Terwujudnya thoifah Mutafaqqihuuna Fied dien”, Implementasi “Tafaqquh fied Dien” ini tercermin dalam konstruksi Kurikulum Pesantren Persis yang menekankan pada ilmu-ilmu Keislaman (Al Ulum Asy-Syariyyah) dan Bahasa Arab dengan proporsi yang lebih dibanding ilmu-ilmu lainnya (umum).
Tafaqquh Fied Dien menurut beberapa tafsir dimakanai pembentukan insan faqih dalam bidang agama atau sekelompok orang yang memfokuskan diri mengembangkan suatu pengetahuan yang baru, dan mampu menyampaikan ilmu tersebut pada umat melalui dakwah dan pendidikan. Ketiga,sebagai Lembaga kaderisasi Jamiyyyah, keberadaan Pesantren Persis sejak awal bertujuan untuk menjadi lumbung kader militant jamiyyah, keberadaan kader dalam suatu organisasi menjadi sangat penting dan krusial, disamping sebagai pasukan inti pergerakan organisasi, kader juga merupakan syarat mutlak bagi keberlangsungan proses regenerasi kepemimpinan yang teratur dan terjaga dalam sebuah organisasi (Pepen:2020). Pendidikan Muallimin merupakan model terbaik yang dimiliki Persis sampai saat ini, menurut Pepen (2020) terdapat tiga keunggulan dalam Pendidikan Muallimin yaitu pertama, terletak pada muatan kurikulumnya yang meliputi penanaman pengetahaun agama dan umum, keterampilan mengajar dan berorganisasi, kedua, keterlibatan santri dalam kegiatan organisasi untuk mendewasakan mereka,serta ketiga, adanya program Khidmat Jam’iyyah dalam bentuk penagbdian masyarakat yang meliputi kegiatan mengajar,dakwah dan kemasyarakatan.
Sejalan dengan spirit Pesantren Persis, di dalam Pedoman Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Pesantren Persatuan Islam tahun 1984 dan 1996 disebutkan bahwa “lembaga pendidikan jam ’iyyah Persatuan Islam ini dinamakan Pesantren Persatuan Islam” Pesantren Persatuan Islam merupakan suatu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan, komponen, dan kegiatan pendidikan Persatuan Islam, dari jenjang pendidikan prasekolah hingga jenjang pendidikan tinggi. Pendidikan Persatuan Islam dengan sistem kepesantrenan ini berusaha memadukan pendidikan agama Islam dan pendidikan umum sesuai dengan sifat kekhususannya. Penamaan Pesantren Persis pun (disamping spiritnya) yang notabene madrasah, dikarenakan saat itu hampir semua penyelenggara Pendidikan di Persis yang secara legal formal masih berupa Madrasah (MI,MTs dan MA) yang berafiliasi ke kementerian Agama, maka seiring dengan perkembangan dan tuntutan kebutuhan Jamiyyah dan ummat, keberadaan sekolah (umum) seperti SD,SMP dan SMA/SMK tidak bisa terelakkan, maka dalam rangka mengakomodir keberadaan sekolah (umum) di Persis, dalam Pedoman Pendidikan Persis (2015-2020) dikembangkan menjadi Jalur kepesanatrenan (Madrasah) dan jalur umum (sekolah).
Di satu sisi pengelompokkan tersebut bertujuan untuk mempertegas dan memperjelas perbedaan keduanya, akan tetapi disisi lain dikhawatirkan adanya dikhotomi Pendidikan dalam tubuh Pendidikan di Persis yang justru sejak awal hal tersebut dihindari. Oleh karena itu,dalam pandangan penulis, numen klatur “Pesantren Persis” harus menjadi “Payung Besar” yang mewadahi semua satuan Pendidikan Persis yang ada,khususnya untuk tingkat Dasar dan menengah, baik dalam bentuk madrasah maupun sekolah, sehingga konsep integrasi Pendidikan akan tetap terjaga, disamping spirit dari pesantren di semua jenjang dapat terjaga pula Tantangan Kini dan ke depan Perkembangan dunia Pendidikan saat ini cukup pesat, secara kelembagaan banyak bermunculan Sekolah-sekolah unggulan berbasis IT, atau sekolah-sekolah dengan pola Boarding School (Asrama) dengan biaya yang tidak kecil, beragam program unggulan ditawarkan dari mulai kecakapan Berbahasa Asing (Bahasa Inggris, Bahasa Arab dan Bahasa Asing lainnya), program unggulan Tahfidz Al Qur’an, program unggulan IT,program unggulan Keterampilan serta program unggulan lainnya. Begitupun banyak bermunculan pesantren pesantren dengan manajemen modern baik yang memfokuskan pada pengetahuan Agama secara mendalam berupa ketrampilan membaca kitab serta kemampuan berbahasa Asing, ataupun pesantren-pesantren dengan program tahfidzul Qur’an yang tumbuh seperti jamur di musim hujan. Bagi Persis, bermunculannya Lembaga-lembaga Pendidikan baik sekolah unggulan /Sekolah Islam terpadu, ataupun pesantren-pesantren modern dengan berbagai program unggulannya, hendaknya menjadi tantangan sekaligus peluang untuk dapat bertahan atau bahkan bisa mengungguli mereka.
Maka dengan tetap menjaga Spirit Pesantren Persis secara konsisten, yaitu sebagai Lembaga Tafaqquh Fied Dien,kemandirian dan Lembaga kaderisasi akan menjadi modal dasar dalam menghadapi persaingan tersebut Kurikulum Baru menurut pendapat penulis perlu segera drumuskan, sebagai bentuk penyempurnaan dari yang sudah ada,yang menggambarkan benang merah dari Tujuan,Visi dan Missi Pendidikan persis, kemudian dijabarkan dalam Kompetensi Inti,Dasar serta Indikator untuk setiap jenjang/satuan Pendidikan dan setiap mata pelajaran, sebuah pekerjaan yang tidak mudah tentunya. Sebagai Lembaga Pendidikan yang lahir dari Jamiyyah persis,maka seharusnyalah keberadaan Pesantren persis dirasakan oleh jamiyyah dengan munculnya kader-kader militan untuk kemajuan jamiyyah ke depan, dan inilah yang tidak dimiliki oleh kebanyakan Lembaga pendidkan lainya, oleh karena itu perlu penguatan relasi Pesantren dengan jamiyyah dengan regulasi yang jelas, sehingga terbangun symbiosis mutualisme, dan tidak harus ada Pesantren Persis berdiri megah tanpa “tersentuh” oleh Pimpinan cabang dimana pesantren tersebut berada. Semoga melalui momen Muktamar XVI Persis, bidang Tarbiyyah akan semakin mendapat perhatian yang lebih besar lagi, dengan terumuskannya program jihad yang strategis dalam menghadapi tantangan Pendidikan dewasa ini. Wallahu A’lamu Bishhawab.
Share this post