You are currently viewing I’tikaf dan Gairah Spiritualitas

I’tikaf dan Gairah Spiritualitas

Sepuluh hari terakhir di Bulan Ramadalan adalah hari yang istimewa,disamping tingkat perjuangnnya yang tinggi,ibarat orang yang sedang lomba lari, ia sudah hampir mencapai garis finish, akan tetapi tenaga sudah cukup terkuras sejak awal berlari,namun harapan untuk meraih finish semakin tinggi. Oleh karena itu Rasulullah SAW dalam menghadapi  sepuluh hari terakhir beliau benar-benar mempersiapkan fisik dan mentalnya, dalam Hadits dari Siti Aisyah Riwayat Bukhary dan Muslim:

كان رسول الله ص م اذا دخل العشر – اي العشر الااخرة من رمضان –شذ مئزره واحيا ليله وايقظ اهله

“Adalah Rasulullah SAW apabila masuk (tanggal) sepuluh,yakni sepuluh akhir dari Ramadlan,ia bersedia sungguh-sungguh dan ia hidupkan malamnya dan ia bangunkan ahli rumahnya(untuk sholat malam)”

Selain itu juga,dalam sepuluh hari terakhir beliau SAW berdiam diri di mesjid untuk melaksanakan I’tikaf sebagaimana dalam Hadits dengan Riwayat yang sama :

كان يعتكف العشر الاواخر من رمضان ختي توفاه الله عز وجل ثم اعتكف ازواجه من بعده

Beliau SAW beritikaf pada sepuluh hari terakhir Bulan Romadlon hingga Allah mewafatkannya,lalu setelah itu istri-istri beliaupun beritikaf.

Itikaf adalah berdiam diri di Masjid pada sepuluh hari terakhir di Bulan Ramadan dan tidak keluar kecuali kepentingan yang sangat seperti untuk bersuci atau Buang air, dengan niat ibadah kepada Allah, serta dalam rangka “Qiyam” (Menghidupkan) Bulan Ramadan. Tidak ada ritual/ibadah yang khusus pada itikaf ini, hanya lebih mendisiplinkan diri dalam melaksanakan ibadah-ibadah seperti sholat wajib berjamaah,membiasakan sholat-sholat sunnah khususnya Qiyamul lail, memperbanyak membaca Al Qur’an, ta’lim serta yang lebih penting adalah menjemput “Lailatul Qodar”. Oleh karena itu I’tikaf  akan lebih mendekatkan diri kepada Allah, karena si mua’takif (orang yang itikaf) berada di “Rumah” Nya, sehingga ia berusaha melaksanakan aktifitas yang diridhoi-Nya, dan terhindar dari perbuatan-perbuatan yang tercela.

I’tikaf akan mengendalikan dan meredam nafsu atau keinginan-keinginan yang berlebih,terutami dalam menghadapi Idul Fitri,dimana sebagian besar Ummat Islam berbondong-bondong datang ke pusat perbelanjaan seperti super market,mall atau pasar untuk berbelanja mempersiapkan Lebaran,yang terkadang bukan membeli kebutuhan-kebutuhan yang pokok,akan tetapi hanya menyalurkan hasrat konsumerismenya dengan membeli sesuatu yang bukan kebutuhan yang urgent.Tentu tidak ada yang salah membeli pakaian yang baru atau makanan-makanan untuk menyambut lebaran tanpa harus berlebihan (Isrof / mubadzir).

I’tikaf merupakan Riyadhoh Ruhiyyah atau melatih rohani untuk berusaha lebih bersih dengan melaksanakan berbagai aktifitas ibadah secara teratur serta “mengurangi” kesibukan Duniawiyyah   yang tak pernah terhenti meski terus dikejar, sehingga akan tumbuh kesadaran betapa kepuasan ruhiyyah dalam bentuk ketenangan dan totalitas penyerahan diri  kepada Allah lebih dari kepuasan dunyawiyyah baik harta yang banyak maupun jabatan yang tinggi. Berdzikir kepada Allah adalah kunci meraih ketenangan (QS 13:28)).

I’tikaf sejatinya adalah metamorphosis diri, dalam kurun sepuluh hari Allah “menatar” ummat Islam untuk mengevaluasi, menata dan berbenah diri menjadi pribadi yang lebih baik, sebuah penyadaran spiritual dalam memahami hakikat hidup yang ssungguhnya.

Kita menyaksikan phenomena yang menarik dan menggembirakan , dimana dari Ramadan ke Ramadan semakin banyak ummat islam yang melakukan I’tikaf ,terutama di kota-kota besar,baik masjid Raya/Agung ,masjid-masjid kampus ataupun masjid-masjid perusahaan.Bukan hanya dari kalangan orang tua/pnesiunan yang identik tidak banyak aktifitas, bahkan dari kalangan muda,baik pelajar , mahasiswa ataupun karyawan,begitupun mereka-mereka yang memliki kesibukan yang luar biasa pun menyempatkan untuk I’tikaf.Kegiatan selama I’tikaf pun dikemas semenarik mungkin dengan berbagai sajian materi yang variatif sehingga tidak menjenuhkan. 

Penomena ini  mengindiksikan adannya kesaadaran Ummat Islam yang semakin tinggi dalam menghidupkan Bulan Ramadan,khususnya dalam mengikuti kegiatan I’tikaf di kalangan generasi muda dan golongan masyarakat menengah ke atas, sehingga kesan yang selama ini muncul,seolah Itikaf dilakukan hanya oleh orang tua,atau mereka yang tidak punya kesibukan pun terbantahkan.

Semoga Ramadan kali ini menguatkan niat kita (Bagi yang belum) untuk dapat melakukan I’tikaf tahun depan,dan semoga Allah memberikan kesempatan dapat bertemu kembali dengan Ramadan,Amin

Oleh: Drs. Acep Saefuddin, M.Ed

*) Penulis adalah Ketua PD Persis Majalengka Masa Jihad 2016-2020. Pernah Study di Deakin University Melbourne Australia. Mudir Mu’allimien Pesantren Persis 92 Majalengka

Share this post

Leave a Reply